Mahkamah Agung (MA) telah menetapkan tujuan untuk melatih semua hakim dan staf pengadilan di Indonesia, namun tantangan program pendidikan berkelanjutan ini cukup substansial. Hakim dan staf pengadilan di Indonesia tersebar di negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 pulau. Terdapat lebih dari 33.000 staf pengadilan, yang mana 7.000 di antaranya adalah hakim. Pada tahun 2013, Pusdiklat MA RI hanya dapat memberikan pelatihan kepada 15% jumlah keseluruhan hakim dan staf pengadilan yang memerlukan pelatihan.
Untuk mengatasi tantangan dalam memberikan program pelatihan bagi semua hakim dan staf pengadilan, Pusdiklat MA RI dan proyek Changes for Justice (C4J) USAID bekerja sama dalam menciptakan pendekatan pelatihan alternatif dengan memanfaatkan pembelajaran jarak jauh, atau e-learning, melalui internet. Pusdiklat MA RI mengadopsi Sistem Manaje-men Pembelajaran sumber terbuka (open – source Learning Management System) dikarenakan fleksibilitas, kemudahan pengoperasian, serta kemudahannya dalam mengembangkan program – program pelatihan baru. Di awal program, Mahkamah Agung memutuskan untuk melatih semua hakim dari lingkungan pengadilan umum, agama, dan tata usaha negara di bidang Kode Etik Peradilan.
Sistem e-learning yang dirancang khusus, atau lebih dikenal sebagai ELMARI (Elearning Mahkamah Agung), telah diluncurkan oleh Ketua Mahkamah Agung RI, Bapak Hatta Ali, pada tanggal 9 Mei 2014 di Jakarta. Sebanyak lebih dari 70 hakim tinggi dari lingkungan Pengadilan Tinggi Umum, Agama, dan Tata Usaha Negara menghadiri acara peluncuran tersebut. Berdasarkan petunjuk dari Ketua Mahkamah Agung RI, para hakim tinggi menginstruksikan pengadilan-pengadilan tingkat pertama dibawah masing-masing yurisdiksi untuk mulai mempelajari pembelajaran pertama mengenai kode etik peradilan.
Pembelajaran etika peradilan mensyaratkan agar hakim memahami materi dasar kemudian mengambil ujian yang terdiri dari sepuluh pertanyaan berkaitan dengan skenario hipotetis yang dihadapi hakim di Indonesia. Sepuluh pertanyaan tersebut dipilih sesuai dengan jenis pengadilannya dan diacak dari database yang berisi lebih dari lima puluh pertanyaan. Oleh karena itu, setiap hakim tidak akan mendapat soal ujian yang sama. Untuk setiap jawaban, akan ditampilkan penjelasan tertulis mengenai bagaimana Kode Etik Peradilan selayaknya diterapkan dalam praktek. Para hakim diwajibkan mengambil ujian tersebut sampai setidaknya 9 dari 10 pertanyaan dijawab dengan benar, dimana setelahnya sertifikat yang dihasilkan secara otomatis dapat dicetak. Namun, sebelum mencetak sertifikat tersebut, para hakim disyaratkan untuk menyumbang sebuah soal pertanyaan tambahan untuk Pusdiklat agar program tersebut terus diperbarui.
Berdasarkan petunjuk Ketua Mahkamah Agung, Mahkamah Agung tengah berencana menambah bahan materi agar pengadilan-pengadilan dapat mengadopsi kultur belajar secara mandiri guna meningkatkan kapasitas seluruh hakim dan staf pengadilan.